Sejatinya, Franky Nasril tak bisa berkutik saat orangtua memintanya meneruskan bisnis kuliner milik keluarga. Sebagai anak lelaki satu-satunya, dia menuruti permintaan itu. Selain melanjutkan, dia memberikan diversifi kasi sistem manajemen.
MEREKA yang pernah jalan-jalan ke Sumatera pasti tak asing lagi dengan dua rumah makan ini. Yakni, Rumah Makan (RM) Siang Malam dan RM Pagi Sore. Bak pagi-siang-sore-malam, dua rumah makan itu memang berkaitan. Pendirinya adalah saudara kandung. RM Siang Malam milik Haji Nailis. Adiknya, Haji Lismar, empunya RM Pagi Sore.
”Saya nggak tahu arti nama itu. Hanya mereka berdua yang tahu. Mungkin biar lengkap. Kalau ada pagi sore, harus ada siang malam,” kata Franky Nasril, nakhoda RM Siang Malam sekarang, di Palembang, Sumatera Selatan, pekan lalu.
Franky adalah generasi ketiga dalam sejarah bisnis RM Siang Malam. Dia adalah putra Nasril Nailis, anak Haji Nailis yang pertama membuka RM Siang Malam di Prabumulih, Sumatera Selatan, pada 1977.
Awalnya, RM Siang Malam membidik para pelancong yang menggunakan bus, travel, dan mobil pribadi di jalur lintas Sumatera. Cabang yang buka di jalur lalu lintas utama, misalnya di Lampung, Prabumulih, Kalianda, atau Martapura, buka 24 jam. Sedangkan restoran yang berada di dalam kota hanya buka hingga tengah malam. ”Memang awalnya hanya untuk lalu lintas di jalur utama. Tapi, sekarang sudah banyak yang masuk kota,” ungkap Franky.
Dia mengaku tak berkutik saat orangtua menodongnya untuk melanjutkan bisnis keluarga. Sebab, dari lima bersaudara, hanya dia yang cowok. ”Siapa lagi yang nerusin? Mau nggak mau saya harus bertanggung jawab. Orangtua juga sudah berpesan, kalau lulus kuliah, saya harus meneruskan usaha ini,” ungkapnya.
Saat masuk ke RM Siang Malam itulah Franky bertekad mengembangkan usaha warisan tersebut hingga masuk ke wilayah kota. ”Sa ya coba-coba masuk Palembang sejak tiga tahun lalu. Pertama buka di Poligon, lalu di Kenten, terus di Kilometer 12, dan yang keempat di Bukit Kecil. Sampai sekarang kami sudah mapan di kota juga,” lanjutnya.
Menurut dia, karakter pelanggan yang dibidik berbeda antara di jalur lintas dan di kota. Di jalur lintas, orang makan karena kelaparan lalu berhenti di rumah makan terdekat yang paling baik.
Tapi, kalau di kota, pelanggan sengaja keluar rumah untuk mencari tempat makan yang paling enak. ”Kalau di jalur lintas, orang makan-pulang, makan-pulang. Tapi di kota, kalau pelayanan nggak enak, mereka nggak akan datang lagi,” tuturnya.
Perbedaan itulah yang membuat Franky harus benar-benar menerapkan pelayanan prima agar pelanggan di kota tetap setia. ”Beda manajemennya.
Di jalur lintas orang nggak bisa pilih-pilih. Tapi, kalau di kota, pelanggan memang niat mencari masakan yang enak dan pelayanan yang baik. Untungnya, kami punya resep keluarga yang cita rasanya tidak kami ubah sehingga tetap diminati di mana pun.
”Karena itu, dia meminta semua karyawan memberikan pelayanan, masakan, dan kenyamanan bagi seluruh pengunjung yang datang. Fasilitas yang disediakan pun terus ditingkatkan. ”Setidaknya laksanakan moto 3S, yaitu senyum, sapa, dan saji. Jadi, tamu datang kami sapa lalu kami persilakan duduk, dan kami sajikan makanan terbaik,” cetusnya.
Meski restoran itu sudah dikenal, baginya berpromosi lewat media iklan tetap diperlukan. Tapi untuk kota-kota kecil, dia percaya bahwa promosi mulut ke mulut lebih mengena. ”Kesulitan usaha kuliner adalah mempertahankan nama baik agar tetap terjaga. Juga kualitas makanan dan pelayanan. Kami tidak boleh sembarangan karena kuliner sensitif,” ujarnya.
RM Siang Malam juga menerapkan sistem dapur terpusat. Satu dapur memasok beberapa cabang sekaligus serta beberapa warung mobil. Setiap hari dapur-dapur itu membuat berkuintal-kuintal nasi dan olahan daging serta ayam.
”Untuk satu cabang saja setiap hari rata-rata kami masak 100 liter beras dan daging 1,5 kuintal. Jadi, karyawan di dapur juga cukup banyak,” kata Franky
http://padangekspres.co.id/?news=berita& id=20917